SYOK DALAM OBSTETRI

SYOK DALAM OBSTETRI - Hallo sahabat ARTIKEL TENTANG KESEHATAN, Pada kesempatan kali ini saya akan membahas artkel yang berjudul SYOK DALAM OBSTETRI, saya telah menyediakan berbagai macam artikel terbaru lainnya. mudah mudahan artikel yang saya tulis ini bermanfaat buat anda semuanya.

Ditulis Oleh : ARTIKEL TENTANG KESEHATAN
Judul : SYOK DALAM OBSTETRI

lihat juga


SYOK DALAM OBSTETRI

Paramitha Harsary
source: (http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/syok-dalam-obstetri.html)

Istilah syok digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan klinis yang akut pada seseorang penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah, akibat gangguan pada sirkulas mikro. Kekurangan oksigen dalam keadaan ini akan diimbangi dan dikompensasi oleh metabolisme anaerob, namun bila kekurangan perfusi tidak dapat diperbaiki, lama-kelamaan metabolisme anaerob dengan glukosa akan menimbulkan timbunan asam laktat dan asidum piruvikum, sehingga terjadi asidosis metabolik yang menggangu kehidupan sel-sel dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Pembagian syok

1) Syok hipovolemik (terbanyak)

a. Perdarahan

b. Dehidrasi

2) Syok Septik



a. Infeksi

3) Syok kardiogenik

a. Kegagalan jantung

4) Syok anafilaktik

a. Reaksi alergi

5) Syok neurogenik

a. Ransangan yang hebat pada syaraf

6) Syok obstruktif

a. Hambatan aliran darah kepala jantung


Dalam praktek kebidanan syok yang terbanyak ditemui adalah syok karena perdarahan dan syok septik.


Patofisiologi sindroma syok

Semua macam syok, apa pun sebabnya, bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah sebagai akibat gangguan sirkulasi mikro. Suatu kesatuan sirkulasi mikro terdiri dari arteriol, metarteriol, kapiler dan venula. Darah dari arteriol memasuki metarteriol, dari metarteriol darah memasuki kapilar. Metarteriol mempunyai struktur antara arteriol dan kapilar. Pada ujung kapilar di metarteriol didapat otot polos yang melingkari kapilar (precapillary sphincter). Darah dari kapilar kemudian memasuki venula.

Gambar : 46 – 1. Sirkulasi Mikro

Jumlah darah yang mengalir ke jaringan ditentukan oleh besar kecilnya tahanan (resistance) dari arteriola-arteriola sirkulasi mikro, sedangkan distribusi dan kecepatan aliran darah dalam kapilar-kapilar diatur oleh otot lingkar prakapilar (Precapillary sphincters) yang menentukan jumlah kapilar yang membuka. Besar kecilnya tahanan dalam pembuluh-pembuluh darah pascakapilar ditentukan oleh keadaan venula dan vena-vena kecil. Dalam keadaan normal aliran darah dalam suatu kapilar adalah intermiten, hal ini disebabkan karena metarteriol dan sfingter prakapilar mengadakan gerakan konstriksi dan dilatasi secara berganti-ganti (vasomotion). Bila gerak pembuluh darah meningkat, maka konstriksi akan menonjol dan aliran darah dalam kapilar akan berkurang. Sebaliknya, bila gerak pembuluh darah berkurang, maka fase dilatasilah yang menonjol dan aliran darah dalam kapilar akan bertambah. Gerak pembuluh darah dalam sirkulasi mikro dikendalikan oleh unsur-unsur lokal kimiawi dalam jaringan dan unsur yang datang dari saraf. Pembuluh darah arteriole terutama dipengaruhi oleh unsur yang datang dari saraf melalui susunan saraf simpatikus, sebaliknya, pembuluh-pembuluh darah prakapilar dan otot lingkar prakapilar terutama dipengaruhi oleh keadaan lokal kimlawl dalam jaringan.

Bilamana metabolisme dalam jaringan meningkat, dan timbul suatu metabolisme yang anaerob seperti dalam syok, terjadilah peningkatan tumpukan sampah metabolisme. Bahan-bahan ini mempunyai pengaruh berkurangi tonus otot pembuluh darah prakapilar dan sfingter prakapilar. Dengan demikian timbul vasodilatasi, sehingga aliran darah kapilar meningkat, sebaliknya, bila aktivitas metabolik dalam jaringan berkurang, rnetabolit terdapat dalam konsentrasi yang lebih rendah, terjadilah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah prakapilar, sehingga allran darah di dalamnya menurun. Pembuluh-pembuluh darah pascakapilar, seperti venula dan vena-vena kecil, terutama berada di bawah pengaruh susunan saraf. Rangsangan simpatikus yang meningkat akan menimbulkan kontraksi otot polos dari vena-vena kecil dan venula dari sirkulasi mikro. Dengan demikian, kapasitasnva berkurang, sehingga meningkatkan pengaliran darah ke jantung. Sebaliknya, penurunan tonus pembuluh-pembuluh darah pascakapilar akan sangat berkurangi pengisian jantung dan dapat mengakibatkan hipotensi yang berat.

Sirkulasi mikro dalam keadaan syok hemoragik

Pada semua macam syok terdapat gangguan dalam sirkulasi mikro. Dalam beberapa hal keadaan patofisiologik, sirkulasi mikro pada syok hemoragik menunjukkan perbedaan dengan keadaan pada syok septik. Setelah terjadi perdarahan yang berat, volume darah yang beredar menjadi sangat berkurang. Hipovolumenya mengakibatkan hipotensi, sehingga penderita jatuh ke dalam keadaan syok. Apa yang terjadi pertama-tama setelah penderita jatuh ke dalam syok yang masih reversibel ini adalah peningkatan kadar katekolamin dalam darah yang disertai vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula dalam sirkulasi mikro. Vasokonstriksi pada pembuluh-pembuluh darah ini berlangsung karena rangsangan simpatikus. Akibat terjadinya hipotensi, susunan saraf simpatikus mendapat rangsangan dari pusat-pusat vasomotor dalam medula yang lebih dahulu dirangsang oleh reseptor-reseptor regang (stretch receptors) yang berada dalam sinus karotikus dan arkus aorta. Dengan terjadinya vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula karena rangsangan simpatikus, pembuluh-pembuluh darah tersebut seolah-olah terperas, terjadih suatu sympathetic squezing. Pembuluh-pembuluh darah dalam alat-alat vital tidak turut serta dalam sympathetic squezing karena aliran darah di dalamnya hampir sepenuhnya diatur oleh unsur-unsur lokal. Akibat kejadian-kejadian ini adalah berkurangnya aliran darah dalam daerah splangnikus, uterus, ginjal, otot-otot dan kulit, sedangkan aliran darah dalam jantung dan otak tetap. Terjadi semacam auto-transfusi pada alat-alat vital. Vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula dalam sirkulasi mikro menyebabkan tekanan hidrostatik dalam kapilar-kapilar menurun. Keadaan ini mengakibatkan perembesan cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang intravaskular, peristiwa ini menambah volume darah yang beredar. Berkat auto-transfusi akibat terjadinya iskemia selektif alat-alat tubuh dan berkat pengaliran cairan dari ruang ekstravaskuler ke ruang vaskular, maka dalam tingkat syok yang masih dikompensasikan, volume darah yang beredar dan curah jantung (cardiak output) dapat dipertahankan, sehingga hipotensi dapat diatasi dan perfusi jaringan terjamin. Dalam keadaan syok terjadi pula reaksi-reaksi lain, seperti peningkatan produksi hormon antidiuretik oleh hipofisis dan peningkatan produksi aldosteron oleh glandula suprarenalis, sehingga terjadi penyimpanan air dan garam oleh ginjal, hal yang menguntungkan dalam mempertahankan volume darah dalam sirkulasi.

Dalam stadium syok hemoragik reversible yang masih dini, pemberian cairan dan elektrolit intravena mempercepat homostasis. Bila perdarahan berlangsung terus dan tidak terkendalikan, maka volume darah yang beredar makin berkurang dan tekanan darah tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan makin berkurangnya perfusi dengan darah, hipoksia jaringan makin berat dan pengumpulan metabolit makin banyak. Meskipun masih dalam pengaruh saraf simpatikus, penumpukan metabolit pada akhirnya menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh-pembuluh darah dalam sirkulasi mikro. Mula-mula pembuluh-pembuluh darah prakapilar yang mengalami dilatasi, kemudian disusul oleh pembuluh-pembuluh darah pasca kapilar. Dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah dalam sirkulasi ini, tertimbunlah darah di daerah kapilar. Dengan demikian, volume darah yang mengalir kembali ke jantung makin berkurang. Disparitas antara volume darah yang beredar dengan kapasitas daerah vaskular (vascular bed) makin besar, sehingga hipotensi menjadi makin berat. Akibat tekanan darah diastolik yang menurun, maka aliran darah dalam arteria koronaria berkurang, sehingga menimbulkan anoksia pada otot jantung yang mengakibatkan kelemahan jantung.. Dalam perkembangan proses selanjutnya vena-vena kecil dan venula pascakapilar tidak lagi menunjukkan reaksi terhadap rangsangan simpatikus. Sirkulasi mikro dalam keadaan demikian sepenulnya dalam pengaruh zat-zat vasodilator endogen. Dalam fase terakhir dari syok hemoragik yang tidak reversible lagi terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi alat-alat tubuh vital.

Sebagai penyebab syok septik diperkirakan suatu endotoksin, suatu kompleks lipopolysacharide yang berasal dari desintegrasi dinding sel bakteri yang gram negatif. Sepsis membuat sistem sirkulasi dalam keadaan hiperdinamik. Hal ini membuat curah jantung meningkat dan menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh-pembuluh darah, termasuk pembuluh-pembuluh darah prakapilar dalam sirkulasi mikro. Peredaran endotoksin dalam sirkulasi menimbulkan perubahan~perubahan dalam keadaan sirkulasi mikro ini. Endotoksin menimbulkan vasopasmus yang kuat pada vena-vena kecil dan venula karena pembuluh-pembuluh darah pascakapilar ini sangat sensitif terhadap endotoksin. Dengan adanya vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah prakapilar dan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah pascakapilar dalam sirkulasi mikro, terciptalah suatu keadaan yang menimbulkan penumpukan (pooling) darah.

Keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik dalam kapilar. Endotoksin juga dapat menimbulkan kerusakan pada dinding kapilar. Kerusakan pada dinding dan tekanan hidrostatik kapilar yang meningkat menyebabkan perembesan cairan dari ruangan vaskular ke ruangan ekstravaskular. Kejadian ini berkurangi volume darah yang beredar. Endotoksin dapat merusak sel-sel trombosit. Kerusakan pada sel-sel trombosit dan pada endotel pembuluh-pembuluh darah dan keadaan anoksia umum menciptakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembekuan darah intravaskular, dan dengan demikian memudahkan terjadinya DIC (disseminated intravascular coagulation = pembekuan darah intravaskular merata). Dengan terjadinya DIC, terbentuklah gumpalan-gumpalan darah dan trombin-trombin fibrin dalam pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyumbat dan mengganggu kelancaran aliran darah di dalamnya. Dengan demikian volume darah yang mengalir kembali ke jantung menjadi makin berkurang. Selain terhadap pembuluh-pembuluh darah, endotoksin juga mempunyai pengaruh terhadap jantung, yaitu pengaruh yang depresif terhadap otot jantung, sehingga melemahkan daya kontraksinya. Dengan makin berkurangnya volume darah yang beredar dan keadaan jantung yang melemah, maka curah jantung menurun, sehingga timbullah hipotensi. Dalam keadaan hipotensi ini pembuluh-pembuluh darah prakapilar masih dalam keadaan vasodilatasi. Suhu penderita masih tinggi dan badannya teraba hangat. Dalam keadaan ini penderita berada dalam stadium hipotensi hangat (warm hypotensive phase). Dengan terjadinya hipotensi, mulailah berlangsung mekanisme kompensasi, seperti apa yang dijumpai pada syok hemoragik. Terjadilah vasokonstriksi pada pembuluh-pembuluh darah, terjadi sympathetic squezing agar terjamin pengaliran darah yang cukup ke arah alat-alat yang vital. Karena adanya vasokonstriksi pada pembuluh-pembuluh darah tepi, badan penderita menjadi dingin dan suhu menurun sampai di bawah normal. Dalam keadaan ini, penderita berada dalam stadium hipotensi dingin (cold hypotensive phase). Bila syok dalam stadium ini tidak teratasi dan endotoksin tidak terkendalikan, maka reaksi pembuluh-pembuluh darah terhadap rangsangan simpatikus makin berkurang dan pada akhirnya berhenti, sehingga pembuluh-pembuh darah sepenuhnya dalam keadaan pengaruh zat-zat vasodilator yang disebabkan oleh jaringan yang mengalami kerusakan. Dengan terjadinya vasodilatasi, baik dari pembuluh darah prakapilar maupun dari pembuluh-pembuluh darah pascakapiler dalam sirkulasi mikro, maka syok septik menjadi irreversible dengan segala akibatnya. Syok septik membawa risiko besar terhadap ginjal. Banyak penderita dengan syok septik menunjukkan kegagalan ginjal akibat proses nekrosis dalam ginjal, yaitu akibat acute tubular necrosis atau acute cortical necrosis.


Tingkat dan gambaran klinik sindroma syok
Dari sudut klinis, sehubungan dengan ringan atau beratnya syok dapat dibagi dalam :

1) Syok yang reversibel atau primer

2) Syok yang tidak reversibel atau sekunder

Syok hemoragik reversibel dibagi dalam dua stadium, yaitu:

1) Syok reversibel dini (early reversible shock), yang masih dapat dikompensasikan

2) Syok reversibel lanjut (late reversible shock), yang dalam keadaan dekompensasi.

Pada syok reversibel dini syok masih dalam stadium kompensasi. Tekanan darah sistolik relatif normal, belum menurun. Terjadi vasokonstriksi pada pembuluh- pembuluh darah tepi, dengan akibat tekanan diastolik agak meningkat dan tekan nadi (pulse pressure) menurun. Nadi menjadi lebih cepat dari normal, kulit terasa hangat. Penderita sering terlihat gelisah, ketakutan dan merasa kedinginan. Dalam tingkat dini ini syok masih mudah diatasi dengan perawatan yang tepat dan cepat antara lain dengan pemberian cairan elektrolit melalui infus intravena. Dalam syok reversibel yang lanjut, syok berada dalam stadium dekompensasi. Tekanan darah menurun, timbul hipotensi dan nadi menjadi cepat. Penderita mengeluarkan banyak keringat dan kulitnya teraba dingin. Suhunya mulai menurun. Dalam tingkat stadium dekompensasi yang masih dini, syok masih dapat diatasi dengan pemberian cairan elektrolit melalui infus yang adekuat. Dalam stadium dekompensasi yang sudah lanjut, keadaan penderita makin memburuk. Tekanan darah teus menurun, nadi makin cepat dan kecil, suhu makin menurun. Penderita menjadi pucat, bibir kebiru-biruan dan mata cekung. Diuresis menjadi kurang dan mulai timbul tanda-tanda terganggunya fungsi alat-alat vital. Dalam stadium dekompensasi yang sudah lanjut ini sangat sukar untuk mengatasi syok. Cairan infus harus diberikan dalam jumlah banyak disertai dengan pengukuran tekanan vena pusat (central venous pressure). Dalam perkembangan selanjutnya syok reversibel dalam stadium dekompensi menjadi syok yang tidak reversibel. Dalam tingkat ini tekanan darah terus menurun sehingga hampir tidak terukur lagi, nadi sangat cepat dan kecil sehingga hampir teraba, pernapasan menjadi cepat dan pendek, keadaan badan menjadi lebih dingin dan kesadaran terganggu. Mulai terdapat tanda-tanda gangguan fungsi alat-alat vital. Dalam keadaan syok yang tidak reversibel penderita tidak tertolong lagi. Meskipun demikian segala sesuatu harus diusahakan untuk menolong penderita sebelum ia meninggal.


Syok septik reversibel dibagi dalam :

1) Syok reversibel stadium hipotensi hangat (warrn hypotensive phase)

2) Syok reversibel stadium hipotensi dingin (cold hypotensive phase).


Pembagian dalam stadium ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk dalam menentukan cara perawatan penderita.

1) Dalam stadium warm hypotensive phase, penderita menunjukkan hipotensi. Suhu badan meningkat sampai 40 C. Naiknya suhu badan sering disertai dengan menggigil. Tidak jarang penderita mengeluarkan banyak keringat, kulit teraba hangat. Nadi agak cepat, tekanan nadi dan diuresis masih cukup. Penderita biasanya dalam keadaan gelisah. Warm hypotensive phase merupakan syok septik dalam keadaan dini.

2) Dalam stadium cold hypotensive Phase, penderita menunjukkan hipotensi disertai dengan suhu badan yang di bawah normal. Penderita terlihat pucat, kulit teraba dingin dan Iembab. Nadi menjadi cepat dan terjadi oliguria. Cold hypotensive phase ini merupakan syok septik dalam keadaan lebih lanjut. Dalam stadium ini terdapat trias yang khas :

a. Hipotensi

b. Takikardi

c. Oliguria.

Dalam syok septik yang tidak reversibel terjadi asidosis metabolik berat karena pada hipoksia selular dan metabolisme anaerob yang berlangsung terus dalam darah ditemukan penumpukan asidum laktikum. Dalam stadium ini mulai timbul gangguan-gangguan fungsi alat-alat vital, seperti paru-paru, ginjal, susunan saraf sentral dan sebagainya.

Syok dalam kebidanan

Dalam kehamilan fisiologik terjadi perubahan-perubahan hemodinamik yang memberi perlindungan atau justru memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti antara lain peningkatan curah jantung dan perubahan mekanisme pembekuan darah. Ada keadaan-keadaan patologik waktu kehamilan atau persalinan yang memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti anemi, gangguan gizi, partus lama disertai dehidrasi dan asidosis dan sebagainya. Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan.

Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok adalah:

1) Perdarahan

2) Infeksi berat

3) Solusio plasenta

4) Perlukaan dalam persalinan

5) Inversio uteri

6) Emboli air ketuban

7) Gabungati dua atau lebih faktor tersebut di atas

8) Selain peristiwa-peristiwa tersebut di atas, ada kalanya wanita hamil lanjut menunjukkan hipotensi sewaktu tidur terlentang peristiwa yang dinamakan supine hypotensive syndrome.

PERDARAHAN

Perdarahan merupakan sebab utama dari syok yang terjadi dalam praktek kebidanan. Sebagai penyebab kematian maternal, perdarahan menduduki tempat yang penting khususnya di negara-negara yang belum maju, dimana masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan dalam organisasi dan penyediaan fasilitas untuk pengawasan antenatal dan pertolongan persalinan. Peristiwa-peristiwa dalam bidang kebidanan yang dapat menimbulkan perdarahan sehingga menimbulkan syok adalah :

1) Abortus

2) Kehamilan ektopik yang terganggu

3) Mola hidatidosa

4) Gangguan pelepasan plasenta

5) Atonia uteri post partum

6) Plasenta previa

7) Ruptur dari rahim dan sebagainya.

Infeksi.

Infeksi berat sebagai penyebab syok masih banyak dijumpai dalam praktek kebidanan. Syok karena infeksi berat dinamakan syok septik (septicaemic shock) atau syok endotoksik (endotoxic shock). Syok endotoksik terutama dijumpai pada infeksi berat dengan kuman gram negatif, seperti Escherichia coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsielia dan lain-lain. Diperkirakan bahwa endotoksin yang menimbulkan syok adalah suatu kompleks lipopolysaccharide, protein berasal dari desintegrasi dinding bakteri-bakteri gram negatif yang berada dalam peredaran darah dalam jumlah yang besar.

Peristiwa-peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok septik adalah :

  1. Abortus infeksiosus, terutama abortus kriminalis
  2. Febris puerperalis yang berat
  3. Pielonefritis.

Solusio plasenta.

Pada solusio plasenta yang berat, selain timbulnya perdarahan banyak akibat pelepasan uri, terdapat juga pembebasan banyak tromboplastin dari desidua dan korion pada tempat terjadinya solusio plasenta, yang mengakibatkan terjadinya pembekuan intravaskular merata (disseminated intravascular coagulation = DIC) yang disertai dengan fibrinolisis. Sehubungan dengan itu tidak jarang untuk DIC dipergunakan pula istilah intravacular coagulation fibrinolysis = ICF. Segala sesuatu menyebabkan gangguan pembekuan darah karena timbul kekurangan berbagai faktor pembekuan darah, di antaranya kekurangan fibrinogen hingga terjadi hipofibrinogenemia.

Secara klinis gangguan pembekuan darah (coagulopathy) sudah dikenal dengan tes masa pembekuan darah (clot observation test). Pada solusio plasenta yang berat, kehilangan darah dan gangguan pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia memerlukan transfusi darah segar dalam jumlah yang banyak. Dipergunakan darah segar untuk mencukupi kekurangan faktor-faktor koagulasi, terutama kekurangan fibrinogen.

Perlukaan.

Perlukaan dalam persalinan seperti robek rahim, menimbulkan syok sebagai akibat trauma dan juga karena perdarahan banyak yang terjadi.

Inversio uteri.

Inversio uteri pada waktu persalinan biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam pemberian pertolongan pada kala uri. Kejadian inversio uteri sering disertai dengan syok. Perdarahan dapat merupakan faktor penyebab dari syok tersebut,. tetapi tanpa perdarahan syok dapat terjadi karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua ligamentum infundibulo-pelvikum, serta ligamen rotundum, pada saat terjadinya inversio uteri. Syok dalam hal ini lebih banyak bersifat neurogen.

Emboli air ketuban.

Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak napas, kejang-kejang dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah, Karena his kuat, air ketuban dengan mekonium, rambut lanugo dan verniks kaseosa masuk ke dalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah.

Supine hypotensive syndrome.

Seorang wanita hamil tua pada waktu tidur terlentang ada kalanya jatuh dalam keadaan hipotensi. Ia merasa sesak napas, menjadi pucat dan mengeluarkan keringat. Bila keadaan ini dibiarkan nadi menjadi cepat, kecil dan penderita bisa menjadi tidak sadar. Hipotensi yang terjadi pada waktu hamil tua ini disebabkan oleh adanya tekanan pada vena kava inferior oleh rahim, sehingga pengaliran darah kembali ke jantung terganggu dan menjadi sangat berkurang.

Kemungkinan terjadinya supine hypotensive syndrome lebih banyak pada :

1) Kehamilan kembar

2) Hidramnion pada kehamilan trimester terakhir.

Dengan mempersilakan penderita tidur miring, uterus tidak lagi akan menekan pada vena kaya inferior, pengaliran darah kembali ke jantung tidak lagi terlambat dan tekanan darah akan kembali pada keadaan semula.

Penanganan syok

Mengingat bahaya syok, peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan syok harus ditanggulangi sebaik-baiknya. Dalam praktek kebidanan pemberian cairan intravena melalui infus pada waktu persalinan sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari hipovolume besar manfaatnya, terutama pada penderita yang menunjukkan pradisposisi terhadap syok. Pemberian pertolongan kepada penderita dengan syok sebaiknya diikuti dengan suatu rencana tindakan yang urutannya seperti berikut.

Pertama-tama kelancaran ventilasi harus dijamin. Untuk ini perlu ditentukan apakah jalan napas bebas, jika tidak, hal itu perlu diusahakan dengan segera.

Kemudian karena pada syok selalu ada pengurangan volume darah dalam sirkulasi umum, diberi cairan melalui infus intravena. Setelah dilakukan tindakan -tindakan seperti tersebut atas, diusahakan selekasnya menanggulangi peristiwa yang menjadi penyebab syok, dengan tindakan yang bersifat medis maupun pembedahan. Pada syok yang tidak terang sebab-sebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vaginal.

Selama perawatan perlu terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderita. Secara berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernapasan, diuresis dan bila perlu tekanan vena pusat (CVP), dan pemeriksaan pemeriksaan laboratorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran ini menentukan tindakan selanjutnya.

Penanganan syok hemoragik

Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah :

1) Menghentikan perdarahan

2) Mengganti kehilangan darah

Setelah diketahui adanya syok hemoragik, penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi (30 derajat). Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberikan oksigen 100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan napas. Sampai diperoleh persedian darah buat transfusi, pada penderita melalui infus segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.

Sebagai pedoman dalam menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan, dipergunakan ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresis. CVP dapat dipergunakan untuk menilai hubungan antara volume darah yang mengalir ke jantung dan daya kerja jantung. Tinggi CVP pada seseorang yang sehat yang berbaring adalah 5-8 cm air. Tekanan akan menurun jika volume darah ia menjadi kurang dan akan menaik dengan berkurangnya daya kerja jantung dengan demikian, CVP penting untuk memperoleh informasi tentang keseimbangan antara darah yang mengalir ke jantung dan kekuatan jantung, serta untuk menjaga jangan sampai pemberian cairan dengan jalan infus berlebihan. Selama CVP masih rendah pemberian cairan dapat diteruskan akan tetapi jika CVP lebih dari normal (15-16 cm air), hal itu merupakan isyarat untuk menghentikan atau saat untuk berkurangi pemberian cairan dengan infus.

Pemeriksaan hematokrit berguna sebagai pedoman pemberian darah. Kadar hematokrit normal adalah 40%, dan pada perdarahan perlu diberi darah sekian banyak, sehingga hematokrit tidak kurang dari 30%. Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis. Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenal keadaan penderita dan mengenal hasil perawatannya.

Penanganan syok septik

Seperti pada tiap syok, pada perawatan syok septik kelancaran ventilasi harus diperhatikan lebih dahulu (02 diberikan dengan masker, jika perlu mempergunakan pipa endotrakeal atau melakukan trakeotomi), serta oksigenasi dengan oksigen 100%.

Seterusnya pada penderita diberi cukup cairan, seperti larutan garam 0.9 % ringer laktat, dekstran dan sebagainya melalui infus intravena dengan menggunakan CVP, dan keadaan diuresis sebagai pedoman. Untuk menghindarkan asidosis metabolik penderita dapat diberi bikarbonat natrikus. Penderita diberi antibiotika sebelum jenis kuman penyebab infeksi diketahui, diberi antibiotika dengan spektrum yang luas dan dosis yang tinggi secara intravena.

Setelah diketahui jenis kuman penyebab dari hasil pembiakan darah, air kencing atau lendir serviks, maka dipilihkan jenis antibiotika yang tepat dan yang tidak bersifat nefrotoksik. Pemberian glukokortikold ternyata besar manfaatnya dalam mengatasi syok septik. Dikemukakan bahwa glukokortikoid mengandung khasiat anti endotoksin, inotropik terhadap jantung dan memperbaiki perfusi ginjal. Glukokortikoid diberikan intravena melalui infus atau melalui suntikan intravena yang diulang setelah beberapa jam tertentu.

Dapat diberikan misalnya Dexamethasone 3 mg/kg berat badan atau Metilprednison 30 mg/kg berat badan. Suntikan, jika perlu diulangi 4 jam kemudian. Pengukuran berkala secara serial untuk pH darah, gas dan elektrolit dalam darah perlu dilakukan untuk mengenal adanya gangguan keseimbangan asam basa dan gangguan keseimbangan elektrolit. Apabila ada asidosis, yaitu pH turun di bawah 7,36 penderita perlu diberi larutan bikarbonat natrikus.

Obat-obat vasoaktif dapat dipergunakan dalam merawat syok septik. Tujuan utama pemberian obat vasoaktif adalah untuk memperbaiki perfusi jaringan, bukan untuk mengembalikan tekanan darah menjadi normal.

Sehubungan dengan itu, penggunaan jenis obat vasoaktif, vasopressor atau vasodilator tergantung pada keadaan penderita. Bila penderita berada dalam keadaan stadium hipotensi yang hangat (warm hypotensive phase), maka karena menghadapi suatu keadaan dengan vasodilatasi dalam sirkulasi mikro, dapat diberi obat vasopressor seperti Aramin.

Bila penderita dalam stadium hipotensi dingin, maka karena menghadapi suatu keadaan dengan vasokonstriksi dalam sirkulasi mikro, dapat diberi vasodilatator dalam dosis yang kecil, seperti Klorpromazin secara intravena 5-10 mg.

Pada perawatan penderita dengan syok septik pengawasan diuresis sangatlah penting. Pengukuran pengeluaran air kencing sangat berguna unruk menilai keadaan penderita dan hasil pengobatan. Apabila diuresis ditemukan kurang dari 30 ml/jam dan penambahan cairan tidak memperbaiki keadaan dapat diberi Manitol 10 gram sebagai cairan 20% dalam 500 ml cairan garam fisiologik melalui infus. Jika belum ada perbaikan, perlu diberi 25 mg Furosemid secara intravena dan dosis dapat diulangi setiap jam. Apabila dengan demikian masih belum juga ada perbaikan, kemungkinan terjadinya kegagalan fungsi ginial harus dipertimbangkan.

Kegagalan fungsi ginjal adalah keadaan yang sangat membahayakan penderita dan memerlukan penanganan yang khusus. Dalam perawatan penderita dengan kegagalan fungsi ginjal perlu diperhatikan beberapa masalah, di antaranya yang penting ialah balans cairan, nutrisi, balans asam basa dan balans elektrolit. Pemberian air dan natrium perlu dibatasi. Cairan infus dibatasi sampal 0,2 ml/kg berat badan untuk setiap jam di atas apa yang dikeluarkan dengan kencing atau dengan jalan lain.

Mengenai masalah nutrisi, pemasukan protein harus sebanyak mungkin dikurangi, hendaknya dibatasi pada asam amino yang perlu. Untuk berkurangi metabolisme protein endogen perlu dilakukan pemasukan karbohidrat dalam jumlah yang cukup.

Untuk mencegah timbulnya hiperkalemi, pemasukan kalium harus dihentikan.

Untuk mengatasi gangguan dalarn elektrolit dan asam basa bila pengobatan tidak cukup berhasil, tindakan dialisis perlu dipertimbangkan.

Selama perawatan, keadaan jantung perlu terus diperhatikan. Bahaya kelemahan jantung dapat dikenal antara lain CVP yang meningkat dan nadi yang cepat.

Dewasa ini dianjurkan pemakalan the Flexible Swan-Ganz Balloontipped Flotation Catheter untuk mengukur pula tekanan vena di paru-paru, agar jangan sampai ada overloading di paru-paru. Pemeriksaan dengan CVP saja dapat membahayakan jantung. Dalam keadaan demikian digitalisasi perlu dipertimbangkan, misalnya dengan Cedilanid.

Dalam mengatasi syok septik, penyingkiran sarang infeksi sangatlah penting. Sehubungan itu, tindakan operatif sering perlu dilakukan, seperti tindakan kuret, histerektomi dan sebagainya.


Demikianlah Artikel dari kami yang berjudul SYOK DALAM OBSTETRI,apakah anda menyukainya ? mudah-mudahan artikel ini bisa memberi manfaat untuk anda semua.

Anda sedang membaca artikel SYOK DALAM OBSTETRI dan artikel ini url permalinknya adalah https://artikeltentang-kesehatan.blogspot.com/2008/10/syok-dalam-obstetri.html Artikel yang anda cari Lainnya xxxxx
,SYOK DALAM OBSTETRI xxx .

0 Response to "SYOK DALAM OBSTETRI"

Posting Komentar